Praktik Solah

0 comments


Sesudah mempunyai air wudhu’ dan siap untuk solat, maka kita segera dapat memulainya dengan urutan sebagai berikut.
Berdiri Tegak Lurus
Berdiri tegak lurus dengan menghadap ke arah kiblat, disertai dengan niat:
“Aku solat…(zuhur, misalnya), wajib kerana Allah”. “Usalli fardhu…(Zhuhrii), lillahii ta’ala”
Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dilakukan dengan mengangkat kedua tangan sampai menyentuh telinga diiringi dengan membaca:
Allahhu Akbar (Allah Maha Besar) (1x)
Ucapan “Allahhu Akbar” disebut Takbiratul Ihram (hukumnya wajib) kemudian pada saat peralihan gerak atau sikap, sangat dianjurkan mengucapkan takbir “Allahhu Akbar”. Yang perlu diperhatikan, apabila takbir dilakukan dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya pengucapan takbir ini disertai dengan mengangkat kedua tangan seperti pada sikap takbiratul ihram. Dan apabila perpindahan gerak atau sikap terjadi dalam keadaan duduk, maka ucapan takbir tidak perlu disertai dengan mengangkat kedua tangan. Semua ucapan takbir dalam shalat hukumnya sunnat, kecuali takbir yang pertama yaitu takbiratul ihram.
Doa Iftitah
Selesai membaca takbiratul ihram, tangan langsung disedekapkan ke dada. Yang kanan menghimpit tangan kiri, pergelangan sejajar dengan pergelangan. Kemudian membaca doa iftitah (doa permulaan dan atau doa pembuka) yaitu:
Innii wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wamaa ana minal musyrikiin. Inna salaati wa nusukii wa mahyaayaa wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin. Laa syariikalahu wa bizdaalika umirtu wa ana minal muslimin.
Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menjadikan langit dan bumi, dengan keadaan suci lagi berserah diri; dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, matiku hanya semata-mata bagi Allah, Tuhan Semesta alam. Tidak ada sekutu baginya, demikian akau diperintahkan, dan aku adalah termasuk kedalam golongan orang-orang yang berserah diri.
Membaca do’a iftitah hukumnya sunnat. (Selain doa tersebut di atas, masih ada doa’a-do’a iftitah yang lain yang biasa juga dibaca oleh Rasulullah s.a.w.).
Ta’awwudz
Selesai membaca do’a iftitah, lalu membaca “ta’awwudz”. Bacaan t’awwudz hukumnya sunnat. Lafazhnya yaitu:
A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim
Aku berlinding kepada Allah dari kejahatan setan yang terkutuk.
Al Fatihah
Seudah ta’awwudz, lalu membaca surah Al Fatihah. membaca surah Al Fatihah pada setiap rakaat solat (wajib/sunnah) hukumnya wajib.
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahi rabbil’aalamin Arahmaanirrahiim Maaliki yawmiddiin Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin Ihdinash shiraathal mustaqiim Shirathal ladziina an’amta alaihim gahiril maghdhuubi’alaihin waladh dhaalliin Aaamiin
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah yang memelihara sekalian Alam Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Yang merajai hari pembalasan Hanya kepada-Mu kami meyembah dan hanya kepada-Mu saja kami mohon pertolongan Tunjukilah kami jalan yang lurus Jalan mereka yang Engkau beri ni’mat, bukan jalan mereka yang engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Kabulkanlah permohonan kami,ya Allah!
Sesudah membaca Al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua pada solat wajib, kita disunnatkan membaca surah-surah atau ayat yang lain. Pada rakaat selanjutnya yaitu ketiga dan/atau keempat, kita hanya diwajibkan membaca Al Fatihah saja, sedangkan pembacaan surah atau ayat lainnya tidak diwajibkan. Surah-surah atau ayat-ayat Al Quran yang diinginkan dapat saja kita pilih diantara sekian banyak surah dari Al Quran. Sebaiknya usahakanlah tetap membaca surah atau beberapa ayat Al Quran sesudah al Fatihah pada rakaat pertama dan kedua (pada solat wajib) misalnya:
Wal ashri innal insaana lafii khusrin illaladziina ‘aamanu wa’amilus shaalihaati watawaashaw bil haqqi watawaashaw bis shabri (QS)
“Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal saleh serta mereka yang berwasiat pada jalan kebenaran dan mereka yang berwasiat pada ketabahan.”
Ruku
Di dalam ruku membaca :
1. Subhaana rabbiyal azhim (3x) (“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung”)
atau
2. Subhaanakallahumma rabbanaa wa bihamdika allaahummaghfirlii (“Maha suci Engkau ya Allah, ya Tuhan Kami, dengan memuji Engkau ya Allah, ampunilah aku”)
*Boleh dipilih salah satu di antara kedua do’a tersebut.
I’tidal
I’tidal atau bangun dari ruku seraya mengangkat kedua tangan membaca:
Sami’allaahu liman hamidah. Rabaanaa walakal hamdu. (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, untuk-Mu lah segala puji.”)
Bagi orang yang telah lancar bacaannya, maka pujian bangun dari ruku dapat diperpanjang dengan:
“Mil-ussamaawaati wa mil ul ardhi wa mil-umaa syi’ta min sya-in ba’du” (Untuk-Mu lah segala puji sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki.)
Sujud Pertama
Bacaan dalam sujud:
Subhaana rabbiyal a’la (3x) (Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi
Atau boleh juga membaca pujian seperti pujian No. 2 dalam ruku yaitu:
Subhaanakallaahumma rabbanaa wa bihamdika Allaahummaghfirlii (Mahasuci Engkau ya Allah, ya Tuhan kami, dengan memuji Engkau ya Allah, ampunilah aku)
Duduk Diantara Dua Sujud
Ketika duduk diantara dua sujud membaca:
Allaahummaghfirlii, warhamnii, wajburnii, wahdinii, warzuqnii (Ya Allah, ampunilah hamba, kasihanilah hamba, cukupilah hamba, tunjukilah hamba, dan berilah hamba rizki.)
Atau boleh juga membaca:
Rabbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa’nii, warzuqnii, wahdinii, wa’afinii, wa’fu’annii. (Wahai Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, ber rizqilah aku, tunjukilah aku, sehatkanlah aku, dan maafkanlah segala kesalahanku.)
[ kembali ke atas ]
Sujud Kedua
Bacaan dalam sujud kedua, sama dengan bacaan dalam sujud pertama yaitu:
Subhaana rabbiyal a’la (3x)(Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi)
Bacaan-bacaan dalam ruku, i’tidal, sujud, dan ketika duduk diantara dua sujud dalam solat, semuanya sunat (tidak wajib) yang amat dianjurkan.
Berdiri Pada Rakaat Kedua
Sikap berdiri pada rakaat kedua sama dengan sikap berdiri pada rakaat pertama, yaitu dengan bersedekap tangan ke dada, yang kanan di atas yang kiri.
Mulai dengan membaca ta’awwudz:
A’uudzu billaahi minasy syaithaanirrajiim (Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaithan yang terkutuk.)
Kemudian diteruskan dengan membaca surah Al-Fatihah.
Sesudah membaca Al-Fatihah, kembali pada rakaat kedua ini dianjurkan untuk membaca pula satu surah atau beberapa surah atau ayat-ayat suci Al Quran. Kemudian kembali melakukan ruku.
Ruku di Rakaat Kedua
Sikap dan bacaan ruku di rakaat kedua ini sama dengan sikap dan bacaan pada ruku di rakaat pertama.
Bangun dari Ruku
Sama dengan I’tidal pada rakaat pertama, bangkit serta mengangkat kedua tangan seraya membaca do’a i’tidal.
Sujud Pertama pada Rakaat Kedua
Bacaan di dalam sujud ini sama dengan bacaan pada sujud di rakaat pertama.
Duduk Diantara Dua Sujud
Bacaan doa ketika duduk diantara dua sujud pada rakaat kedua sama dengan bacaan pada rakaat pertama.
Sujud Kedua Pada Rakaat Kedua
Sikap dan bacaan pada sujud kedua pada rakaat kedua sama juga dengan sikap dan bacaan pada sujud-sujud sebelumnya.
Duduk Tahiyyat
Sikap duduk pada tahiyyat pertama (Tawarruk, keadaannya sama ketika duduk antara dua sujud menduduki kaki kiri, sedang kaki kanan tegak dengan jarijari kaki menghadap kiblat). Lain dengan sikap duduk pada tahiyyat kedua atau tahiyyat akhir (ifti-rasy, kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari kaki menghadap ke arah kiblat).
Bacaan ketika tahiyyat ialah:
At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu waththayibaatu
Semoga kehormatan untuk Allah, begitu pula segala do’a dan semua yang baik-baik.
Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh
Salam sejahtera untukmu wahai para Nabi, dan rahmat Allah serta barakah-Nya.
Assalaamu’alainaa wa’ala ibaadillahis shaalihiin
Salam sejahtera untuk kami dan untuk para hamba Allah yang saleh
Asyhadu anlaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh
Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya
Contoh di atas adalah praktik solat subuh 2 rakaat. Bila Anda solat Maghrib 3 rakaat, maka bacaan tahiyyat pertama rakaat kedua cukup samapai pada “Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad” dan akhir rakaat ketiga bacaan tahiyyat dibaca dengan sempurna samapi “hamiidun majiid”. Setelah itu memberi salam.
Bila anda solat 4 rakaat, yaitu Zohur, Ashar, atau Isya, maka akhir rakaat kedua persis sama dengan akhir rakaat kedua solat Maghrib. Pada akhir rakaat ketiga, tak ada tahiyyat, dan pada akhir rakaat keempat barulah anda sempurnakan bacaan tahiyyat hingga “hamiidun majiid”, lalu memberi salam sebagai akhir dari shalat.
Allaahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa’alaa aali Muhammadin, kamaa shallaita ‘alaa Ibraahim wa’alaa aali Ibrahim, wa baarik ‘alaa Muhammadin, kama baarakta ‘alaa Ibrahiima wa’alaa aali Ibraahima, fil ‘aalamiina innaka hamiidun majiid.
Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.
Memberi Salam
Menoleh ke kanan dan ke kiri. Setelah selesai tahiyyat, anda memberi salam dengan membaca:
Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh (Salam sejahtera untukmu, rahmat Allah dan berkat-Nya.)
Sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Perhatian:
Ketika membaca tasyahhud (asyhadu..) dalam tahiyyat, telunjuk kanan digerakkan ke atas bagai meyakinkan bahawa Allah itu hanya Esa.

Sumber : jalanakhirat.wordpress.com



Hakikat Solat

0 comments


Bermulanya usul ma’rifat ini ialah untuk mentakrifkan hal keadaan kita di dalam masa kita beramal. Sesudah kita faham di atas segala- gala rukun dan jalan-jalan di dalam hal keadaan agama Islam, barulah kita memulakan segala amalan.Seperti sabda Rasulullah SAW, ertinya :”Bermula sembahyang (solat) itu ada tiga bahagian :
1. Sembahyang orang-orang Mubtadi
Yakni semata-mata ia untuk menutupkan fitnah dunia. Dan sekadar mengetahui akan segala rukun-rukun dan waktu serta berpakaian bersih dan mengetahui wajib dan sunat semata-mata ia untuk mendapat pahala. Maka amalan ini syirik semata-mata.
2. Sembahyang orang Mutawasit
Menyempurnakan perintah Allah semata-mata hatinya berhadapkan Allah. Tiada ia mengira dosa dan pahala. Semata-mata ia berserah kepada Allah. Maka di atas amalan ini adalah lebih baik daripada yang pertama itu, tidaklah ia terkena syirik.
3. Sembahyang orang Mumtahi
Tiada ia sembahyang dengan sebenar-benarnya melainkan Allah, kerana ditilik pada dirinya adalah golongan dhoif, fakir, hina dan lemah.Semata-mata pandangan di dalam sembahyang itu tiada dengan kehendaknya melainkan Kehendak Allah.

La’ maujud bila’ hakikat ilallah: “Tiada maujud bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ haiyyun bila’ hakikat ilallah: “Tiada yang hidup bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ ‘alimun bila’ hakikat ilallah: “Tiada yang mengetahui bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ qadirun bila’ hakikat ialallah: “Tiada yang berkuasa bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ iradatun bila’ hakikat ilallah: “Tiada yang berkehendak bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ sami’un bila’ hakikat ilallah: “Tiada yang mendengar bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
La’ basirun bila’ hakikat ilallah: “Tiada yang melihat bagi hakikat ku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah”.
Wa la’ mutakallimun bila’ hakikat ilallah:”Tiada yang berkata-kata bagi hakikatku dengan sebenar-benarnya melainkan Allah.

Maka inilah yang sebenar-benarnya sembahyang seperti sabda Abu Hurairah r.a.:
“Sembahyanglah kamu seperti Rasulullah SAW sembahyang katanya : Takbirlah kamu seperti Rasulullah SAW takbir. Qiyamlah kamu seperti Rasulullah SAW qiyam.Ruku’lah kamu seperti Rasulullah SAW ruku’. Sujudlah kamu seperti Rasulullah SAW sujud. Tahiyyatlah kamu seperti Rasulullah SAW tahiyyat. Salamlah kamu seperti Rasulullah SAW salam.

“Begitulah seterusnya di dalam amalan. Janganlah sekali-kali kita buat tanpa mempelajari, nanti sia-sia sahaja amalan kita itu. Bak kata pepatah “Kalau berdayung biarlah di air. Lambat laun kita akan sampai jua”.Maka sesudah kita ketahui akan segala rukunnya, maka wajiblah kita mengetahui akan segala bermula niat terlebih dahulu. Sebabnya niat itu bukannya mudah untuk kita memahaminya. Kerana yang dikatakan niat itu ialah tiada berhuruf, tiada berupa dan tiada bersuara.Mana yang dinamakan niat, jikalau ada huruf boleh dibaca. Jikalau ada suara boleh didengar. Jikalau ada rupa boleh dipandang. Jikalau dapat nyata ia di atas huruf, rupa dan ada suara, maka ini bukannya niat lagi.Seperti sabda Rasulullah SAW :
“ Qasdu syai-in muktarinan bi fiklihi ” Ertinya : “ Menyehaja sesuatu hal keadaan dipersertakan dengan perbuatan. ” Dan satu lagi Hadis mengatakan : ” An niatu bilqalbi bila’ sautin wala’ harfin ” Ertinya : “ Bahawasanya niat itu di dalam hati, tiada suara dan tiada berhuruf. ” Jikalau niat itu kita kata di dalam hati, umpamanya tatkala mengata “ Allahu Akbar ” : Aku sembahyang fardhu Zohor atau fardhu Asar umpamanya di dalam huruf yang lapan itu. Maka ini dinamakan dia niat ‘arfiah. Inilah niat bagi kedudukan orang-orang awam yakni di atas mereka baru menuntut ilmu. Adapun yang dikatakan niat itu terbahagi ia kepada tiga :
1 – Qasad : Menyatakan pada “usalli fardhu” menandakan ada waktu pada hamba yang taat.
2 – Ta’rad : Menyatakan pada “arba’a raka’at” menandakan ada rukun, yakni bersedia hamba untuk menunaikan.
3 – Ta’yin : menyatakan pada “Lillah Ta’ala” menandakan suruhan Allah yakni menghadapi kiblat hati.
Maka sesudah nyata Qasad, Ta’rad, Ta’yin bererti telah nyatalahkiblat dada kepada Baitullah.Kiblat hati kepada nyawazat memandang zat.Sifat memandang sifat.Baharulah kita mengatakan “Allahu Akbar”.Serta hadir mata hati musyahadah kepada Zat Allah Ta’ala semata-mata. Maka inilah dinamakan niat. Seperti yang dinyatakan di dalam Hadis Imam al-Gahazali r.a. katanya,”Adapun kedudukan usalli, fardhu, rakaat, lillah ta’ala, Allahu Akbar.” ialah seperti berikut;
1. Usalli – maksudnya amanah Tuhan terhadap hamba, maka tatkala hambaNya telah menerima syariatNya, maka wajiblah kembalikan kepadaNya dengan keadaan yang sempurna.
2. Rakaat – menyatakan hal kelakuanNya. Maka hilangkanlah kehendakmu di dalam halNya dan hapuskanlah fe’el mu di dalam kelakuanNya baharulah sah amalannya.
3. Lillahi ta’ala – Menyatakan sirNya (rahsia). Maka fana’lah sir iktikad cinta rasa dan berahi mu di dalam sir Allah. Baharulah nyata ada kiblat bagi kamu.
4. Allahu Akbar – menyatakan kaya Tuhan terhadap hamba. Kerana hamba sampai kepada seruan Allah Ta’ala kerananya Allah Ta’ala esa, Muhammad yatim, hamba dhoif. Tiap-tiap yang datang mesti akan kembali. Maka kembali sekalian hamba-hamba itu di dalam seruan Allahu Akbar. Maka bergemalah suara-suara hambamu yang taat itu mengatakan dan memuji akan nama Allahu Akbar dan terlintaslah suara mu’minnya terus tujuh petala langit dan terus tujuh petala bumi. Maka bersahut-sahut akan roh-roh Anbia’ dan Aulia’ serta Malaikat dengan katanya, “Sejahteralah umat-umat mu ya Muhammad!”.5. Fardhu – sah dan nyata. Bersifat di atasnya hamba. Maka tiap-tiap yang bersifat hamba mestilah ada yang empunya hak. Maka kembalilah sifat-sifat mu kepada yang berhak.

Cara-cara hendak kembalikan kepada yang berhak, itulah sebabnya diwajibkan kepada fardhu. Tiap-tiap perbuatan ataupun amalan adalah dengan fardhu. Tanpa dengan niat fardhu perbuatan itu sia-sia sahaja. Maka tidak berertilah kamu beramal. Kerana fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Umpamanya kita mesti ketahui mana dia yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dinamai fardhu di dalam fardhu dan di mana terletaknya fardhu di akhir fardhu. Oleh itu kita seharusnya mencari kesimpulan ini jika kita mahu sempurnakan amalan kita.Jalan sudah ada. Kepada saudara ku maka sayugialah mencari maksud pengajaran ini.Umpamanya kita mesti ketahui mana dia yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dinamai fardhu di dalam fardhu dan di mana terletaknya fardhu di akhir fardhu. Oleh itu kita seharusnya mencari kesimpulan ini jika kita mahu sempurnakan amalan kita.
Penerangan lanjut kepada perkara yang berkaitan dengan Fardu.Seperti yang sudah diketahui, “Fardhu” membawa maksud kepada “sah dan nyata”.Dan fardhu itu berpandukan kepada sifat Wahdaniah. Seperti yang diketahui pula, sifat Wahdaniah itu ertinya Esa zat Allah Ta’ala, mustahil berbilang-bilang.Inilah yang wajib kita fahami mengapa sesuatu perbuatan yang wajib itu difardhukan.MAKSUD “Umpamanya kita mesti mengetahui mana dia yang dikatakan fardhu sebelum fardhu dan mana yang dikatakan fardhu di dalam fardhu dan di mana terletaknya fardhu diakhir fardhu?”Aku sebenarnya ingin mengajak saudara berdua kepada teori dan praktikal di dalam sesutau amal perbuatan itu mesti disahkan dan nyata ilmu tersebut oleh guru dan ada kebenarannya di sisi Allah Ta’ala.
Sebagai satu contoh. Umpamanya di dalam solat, rata-rata kita mengetahui hukum-hakamnya daripada berdiri betul sehingga diakhiri dengan memberi salam. Semua orang yang beragama Islam pasti tahu aturannya, hatta budak-budak sekolah tadika pun tahu bagaimana melakukan solat.Sebelum solat pula, adalah terlebih dahulu kita wajib berwudhu’. Bagaimana pula dengan kifiat berwudhu’??? Timbul lagi persoalan!TETAPI apa yang aku maksudkan, sudahkah kita dapat petua-petua yang sebenar di dalam fardhu-fardhu tersebut??? Bagimana yang dikatakan berdiri betul, bagaimana yang dikatakan niat, seterusnya sehingga memberi salam. Ini yang aku nak saudara-saudara ku fahami.Perbuatan solat tersebutlah yang wajib disahkan dan nyata! Aku sering menekankan persoalan berilmu dan beramal, yakni ilmu yang wajib disertakan dengan amal perbuatan. Kalau tidak amalan kita akan menjadi sia-sia.Bagi ku persoalan solat itu adalah begitu penting. Dengan sebab itu, mendirikan solat itu dikatakan sebagai tiang agama. Tapi bagi aku mendirikan solat itu sebagai “Tiang Arash”!Sebab apa aku berkata demikian, kerana seperti yang sudah aku perkatakan pada saudara Habib bahawa “di dalam solatlah kita boleh di-ISRA’ dan di-MI’RAJ-kan.
Kita boleh merasai pengalaman-pengalaman tersebut. Inilah yang dikatakan hakikat di dalam perbuatan solat.Pengalaman yang bagaimana??? Hanya diri saudara-saudara ku sendiri yang boleh menjawabnya. Bukan diri aku, aku hanya sekadar “MERIWAYATKAN” amanah Allah SWT!Sabda Rasulullah SAW :LA TASIHHU’L-SALATU ILLA BI’L-MA’RIFAHBermaksud : “Tiada sah solat melainkan dengan ma’rifat.”AL-MA’RIFATU SIRRIBermaksud : “Yang ma’rifat itu rahsiaku.”Sebagai “Talib” yakni orang yang menuntut ilmu itu, kita akan melalui dua kategori iaitu :
1. SALIK-salik. SALIK MAJZUB Dengan sebab itu aku mengatakan, “setiap individu itu mempunyai satu Tuhan”.Membawa maksud ” ma’rifat di antara kita (setiap individu) di dalam meng-ESA-kan Allah Ta’ala itu adalah berbeza.”Perkara ini aku berpegang kepada pertanyaan yang diajukan oleh Saidina Abu Bakar As-Siddiq kepada Rasulullah SAW semasa baginda turun daripada Mi’raj bertemu Allah Ta’ala.Tanya Saidina Abu Bakar kepada Rasulullah SAW, “Bagaimana engkau melihat dan kenal Allah Ta’ala, ya Muhammad???Jawab Rasulullah SAW, “‘Araftu rabbi bi rabbi!” yakni “Aku kenal Tuhan ku dengan Tuhan ku!”Sungguh simbolik, tetapi itulah jawapan yang paling mampu Rasulullah SAW gambarkan.Apabila lain daripada Allah tiada dilihatnya, maka fana’ hukumnya pada ibarat ini. Perkataan ini terlalu mushkil. Oleh itu saudara-saudaraku hendaklah benar-benar tahkik mengetahuinya.Saudara Suluk dan Habib sendiri aku pasti sedia maklum apa yang dikatakan atau bagaimana yang dikatakan “Kalam Allah” – “Tiada berhuruf dan tiada bersuara.” Dengan sebab itulah Rasulullah SAW ditajallikan sebagai seorang hamba yang “Tiada tahu menulis dan tiada tahu membaca!”Di dalam konsep penerimaan wahyu oleh Rasulullah SAW sendiri, baginda “gementar” untuk menerimanya apatah lagi bagaimana untuk menyampaikan kepada ummat yang lain agar ummat-ummat ketika itu faham, tahkik dan boleh menerima setiap rahsia dan perkhabaran dari wahyu yang “Tiada berhuruf dan tiada bersuara.”Itu ummat Islam generasi Rasulullah SAW! Berhadapan (berhadap terus) dengan Rasulullah SAW! Tiada hijab dengan Rasulullah SAW!Bagaimana pula dengan “Ummat Muhammad Akhir Zaman”??? Bertimpa-timpa hijabnya. Langsung tidak dapat “membayangi” kelibat Rasulullah SAW!!!Saudara-saudara Ku,Sedikit hendak menambah, sekadar mencari kesesuaian.Tetakala seseorang itu mengangkat takbir dengan lafas “Allahu Akbar” maka telah ada 3 ilmu padanya iaitu:
1. Usuluddin
2. Fekah
3. Tasauf

Adapun had ilmu yang tiga itu ialah:Usuludin – mengetahui yang wajib, mustahil dan harus Fekah – mengetahui segala rukun, syarat dan yang membatalkan
Tasauf – mengetahui segala yang membatalkan amalan pahala seperti riak, taksud dll.Manakah yang dinamakan Syariat, Tarikat, Hakikat & Makrifat di dalam sholat?.Syariat – adalah tubuh iaitu segala gerakan dan perbuatan yang dilakunkan.Tarikat – adalah hati iaitu mengingatkan kerja-kerjanya satu persatu.Hakikat – hanya kepada Allah sahaja.Makrifat – adalah Rahsia seiring dengan Hakikat
Martabat orang sembahyang itu ada tiga.
1. Martabat syariat
2. Martabat sembahyang orang tarikat
3. Sembahyang orang Hakikat

Rupa sembahyang orang syariat dan hukumnya. Adapun sembahyang orang syariat itu, ialah orang yang memandang daripadanya kepada Allah serta suci daripada riak dan seumpamanya. Semata-mata kerana harap dapat pahala dan takut akan azab. Diketahuinya akan segala syarat dan rukun serta yang membatalkan dia. Hukumnya orang ini syirik semata-mata. Bermula amal syariat tiada sekali-kali diterima amalnya walaupun sebesar bukit. Wallahualam.Rupa sembahyang orang tarikat dan hukumnya.Adapun sembahyang orang tarikat itu, iktikatnya hadir Allah Taala pada hadapannya. Melihat akan segala perbuatan dan mendengar akan segala bacaannya. Maka terdorong ia kepada kusyuk kerana Allah Taala hadir pada hadapannya. Suci daripada riak dan tiada harap akan pahala dan tiada takut akan siksa. Hanya memandang dirinya hamba. Mengerjakan yang disuruh dan meninggalkan yang ditegah. Orang ini hanya diterima amalnya daripada sekadar hadir hatinya kepada Allah Taala dalam sembahyang. Orang ini memandang daripada Allah kepadanya. Hukumnya syirik juga akan tetapi alas (kecil) syiriknya.
Rupa sembahyang orang hakikat dan hukumnya.Adapun sembahyang orang hakikat itu ialah orang yang tiada memandang bagi dirinya amal. Hanya memandang feel kelakuan Allah Taala yang berlakun pada dirinya yang ditakdirkan pada azali sebelum dijadikan dia. Yang dipandangnya ialah segala amalnya daripada Allah dengan Allah bagi Allah. Inilah orang yang lepas daripada syirik. Inilah yang sebenarnya sembahyang.Jadi sembahyang yang dikehendaki di sini ialah sembahyang yang meliputi tubuh dan nyawa atau jasad dan roh. Sekiranya seorang itu tiada nyawa, bukan manusia namanya dan sudah pasti tiada ia dapat beramal. Sedangkan, sebenarnya dia tiada dapat pandang yang beramal dan yang empunya amal. Kerana dengan adanya roh baru jasad dapat beramal. Sedangkan roh itu Sifatullah atau Sirrullah dan roh itu tiada akan dapat beramal sekiranya tiada serta dengan Zatullah. Maka barulah benar yang beramal itu Sifat bagi Dzat dan yang empunya amal itu adalah Dzat. Oleh kerana itulah sembahyang orang syariat dihukumkan syirik. Wallahualam.Setelah nyata kezahiran kalimah tersebut, barulah didatangkan nyawa. Maka bersuaralah Ia dengan nama kebesaran Zat tuhannya – “Allahu Akbar”. Tetakala ini karamlah aku didalam kebesarannya. Kemudian diikuti dengan tujuh kesempurnaan Takbir iaitu;La Hayun,La Alimun,La Samiun,La Kadirun,La Basirun,LaMuridun,La Mutakalimun bilhaqi Ilallah.Maka bersuaralah Ia dengan nama kebesaran Zat tuhannya – “Allahu Akbar”. Mengeletarlah diri ini, karam didalam kebesarannya. Sungguh cantik dan indah bagi mereka yang mengetahui rahsia dan perbuatan sholat itu. Segala-galanya tersirat disebalik firman Allah yang bermaksud:”Jika Engkau mengasihi Allah, Ikutilah Aku. Nescaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa mu”.
Sumber : jalanakhirat.wordpress.com